Naturalis dengan Unsur Batu Alam

KESUKAAN orang mendesain rumah dengan unsur batu alam tak pernah hilang dimakan zaman. Sejak puluhan tahun lalu, gaya rumah natural tetap diminati.

Banyak gaya yang dapat kita pilih saat ingin mendesain sebuah hunian. Namun, gaya yang tidak pernah kekurangan penggemar adalah naturalis. Trennya sendiri tidak terlalu banyak berubah, hanya pemilihan batunya yang berbeda.

"Pemilihan batu yang berbeda itu juga lebih dikarenakan semakin banyak pilihan batu yang bagus dari luar negeri," ujar Arsitek dan Desainer Interior dari Oranye Desain, Dwi D Noviantoro.

Jadi, tidak ada tren khusus pada proses pemilihan batu alam. Yang perlu diperhatikan hanyalah bagaimana mengombinasikannya dengan desain dasar hunian. Misalkan unsur batu alam yang dikombinasikan dengan hunian bergaya modern, minimalis, dan sebagainya. Pakem khusus dalam penggunaannya, menurut Dwi, juga tidak ada. Semua tergantung selera dan keserasian dalam kombinasi.

Yang menjadi concern bagi para desainer adalah warna serta karakteristik batu alam tersebut. "Setiap batu punya karakteristik yang berbeda. Ini akan berpengaruh terhadap perawatan di kemudian hari," ujarnya.

Misalkan, saat ingin memasang tatanan batu pada rumah, langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah melihat keserasian warna batu dengan konsep rumah.

Setelah didapat beberapa pilihan batu yang cocok, kemudian disortir lagi mana batu yang sesuai dengan penempatannya dari segi karakter batu tersebut. Untuk perawatan, yang paling mendasar adalah melapisi batu alam tersebut dengan coating.

"Perawatan rumah dengan desain seperti ini cenderung simpel dan maintenance-nya murah karena hanya perlu di-coating secara teratur," jelas desainer interior Eugenie Mirna Warouw.

Baik interior maupun eksterior, keduanya butuh lapisan agar memiliki umur yang lebih panjang. "Batu alam eksterior butuh coating yang lebih sering dibandingkan yang interior," ujar Dwi.

Sementara menurut Mirna, desain eksterior rumah yang menggunakan batu alam lebih baik di-coating sekali dalam dua bulan secara berkala. Hal ini disebabkan batu di area outdoor lebih sering terkena sinar matahari dan hujan sehingga rentan kerusakan.

Sedangkan untuk interior dengan batu alam yang jarang terkena sinar matahari dan hujan, Mirna menyarankan coating dilakukan hanya sekali dalam enam bulan. Tidak berbeda dengan pendapat Dwi yang mengatakan bahwa meng-coating batu alam pada interior lebih jarang.

"Bahkan, terkadang dicoating tergantung kondisinya saja. Kalau tidak terlalu rusak, lebih baik dibiarkan dulu agar lebih natural," tukasnya.

Pelapisan batu alam memang tidak boleh berlebihan dan hal ini tergantung selera pemiliknya. Tidak sedikit orang yang memilih tidak meng-coating batu alam demi mendapatkan nuansa yang lebih natural.

Contohnya pada hunian Mirna di bilangan Bintara, Bekasi. Bebatuan pada bagian outdoor sengaja tidak di-coating sama sekali. Bebatuan tersebut meliputi dinding dan lantai depan rumah yang warnanya sedikit dibedakan agar ada pengikatnya. Ketika meng-coating batu alam, Dwi mengatakan bahwa lapisan pelindung itu akan mengubah warna batu tersebut.

"Warna batunya akan semakin gelap, seperti wet look. Jadi perubahan warna itu harus dipersiapkan agar keserasian warna pada desainnya tidak melenceng," terang Dwi.

Akan tetapi, ini juga tergantung karakter batu itu sendiri. Ada beberapa batu yang saat di-coating tidak mengalami banyak perubahan warna.

Misalnya batu paras yang berwarna putihkuning. Perubahannya tidak banyak, hanya sedikit lebih "naik" dan warnanya semakin tegas. Namun, ada juga batu yang berubah sangat drastis, seperti batu candi yang awalnya abu-abu bisa berubah jadi kehitaman setelah di-coating. (sindo//tty)

0 komentar: